Selasa, 12 Mei 2015

MAKALAH

SISTEM PELAKSANAAN PENDIDIKAN PADA MASA SEBELUM ISLAM
Di Susun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Di Ampu oleh :
Drs. Sunhaji Sutekno, MM



Oleh
Kelompok II
1.      Luthfiani Ulifatul Hidayah
2.      Ni’matul Lis Insyiroh
3.      Nur Likah
4.      Siti Afniatin


UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU)
JEPARA 2014


KATA PENGANTAR

            Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw beserta sahabat, keluarga, dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
            Dalam penyusunan makalah ini, penulis sedikit mengalami kesulitan dan rintangan. Namun berkat bantuan yang diberikan dari berbagai pihak, kesulitan-kesulitan tersebut bisa teratasi dengan baik. Dengan demikian, lewat lembaran ini penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih kepada mereka, teriring do’a dan segala bantuannya, sehingga bernilai ibadah disisiNya.
            Akhirnya oenulis menyadari bahwa makalah ini bukanlah sebuah proses akhir dari segalanya, melainkan langkah awal yang masih memerlukan banyak koreksi. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Amiiinnn .....















DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah ................................................................
B.     Rumusan Masalah ........................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Masa Pembinaan Pendidikan Islam .............................................
B.     Pelaksanaan Pendidikan di Makkah ............................................
C.     Pelaksanaan Pendidikan di Madinah ..........................................
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan ....................................................................................

INDEKS











BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Sejarah pendidikan islam mempunyai manfaat bagi umat Islam dalam meneladani proses pendidikan islam semenjak masa Rasulullah saw, masa sahabat, ulama-ulama besar, dan zaman pemuka gerakan pembaruan pendidikan Islam.
Secara akdemis sejarah pendidikan islam bermanfaat untuk mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam sehingga dapat untuk memecahkan problematika pendidikan islam dimasa kini karena kemajuan IPTEK.
            Pola pendidikan yang dirumuskan oleh negara barat, muatan nilai ruhiyahnya sangatlah minim dan lebih mengedepankan logika, materialisme, serta memisahkan antara agama dengan kehidupan.
Implikasi yang dapat dirasakan namun jarang disadari adalah munculnya degradasi moral yang dialami oleh generasi masa kini.
Periode klasik merupakan masa gemilang bagi umat islam yang meliputi banyak aspek kehidupan.
Agama Islam memberikan motivasi yang sangat jelas agar pemeluknya berkarya untuk mencapai kemajuan dan kejayaan. Kemajuan dan kejayaan tercapai karena ilmu pengetahuan yang melalui proses pendidikan. Allah mengutus seorang rasul yaitu Muhammad saw merubah perilaku jahiliyah bangsa Arab. Salah satu usaha keras Beliau adalah menanamkan proses pendidikan yang sangat baik. Pada masa Rasulullah sesuai dengan kondisi sosial politik pada masa itu melalui tahapan yang terbagi pada periode Makkah dan periode Madinah.
            Pada periode Makkah, nabi Muhammad lebih menitikberatkan pembinaan moral dan akhlak serta tauhid kepada masyarakat Arab yang bermukim di Makkah dan pada periode Madinah nabi Muhammad melakukan pembinaan dibidang sosial politik. Disinilah pendidikan islam berkembang pesat.

B.     Rumusan Masalah
1.      Sebutkan tahapan pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam pada zaman nabi!
2.      Sebutkan ciri pokok pembinaan pendidikan Islam pada periode Makkah dan pada periode Madinah!


























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Masa Pembinaan Pendidikan Islam
Dengan masa pembinaan pendidikan Islam, yang dimaksudkan adalah masa dimana proses penurunan ajaran Islam kepada Muhammad SAW dan proses pembudayaannya (masuknya ke dalam kebudayaan manusiawi, sehingga diterima dan menjadi unsur yang menyatu dalam kebudayaan manusia) berlangsung. Masa tersebut berlangsung sejak Muhammad menerima wahyu dan menerima pengangkatannya sebagai rasul, sampai dengan lengkap dan sempurnanya ajaran Islam menjadi warisan budaya umat Islam, sepeninggal Muhammad SAW. Masa tersebut berlangsung selama 22 tahun atau 23 tahun, sejak beliau menerima wahyu pertama kali, yaitu 17 Ramadhan 13 tahun sebelum Hijrah (bertepatan dengan 6 Agustus 610 M) sampai dengan wafatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 11 Hijrah (bertepatan dengan 8 Juni 832 M).
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa datangnya ajaran Islam yang dibawa oleh para rasul yang telah diutus oleh Allah, adalah untuk meluruskan dan memacu perkembangan budaya umat manusia. Demikian pula halnya dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad, yang dalam bentuknya yang terakhir, berfungsi untuk meluruskan perkembangan budaya umat manusia yang ada pada zamannya dan memacu perkembangan selanjutnya. Dengan demikian, tugas Muhammad adalah menata kembali unsur-unsur budaya yang telah ada di kalangan bangsanya dan meletakkan unsur-unsur baru yang akan menjadi dasar bagi perkembangan budaya berikutnya. Dan tugas ini bukan hanya tertuju kepada bangsany sendiri, tetapi mengarah kepada pengembangan budaya seluruh umat manusia, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah:
“Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan (QS. Saba’ ayat 28)”
Namun demikian, ia  memulai dan berhadapan langsung dengan warisan budaya bangsanya (Bangsa Arab) karena disanalah ia lahir meskipun ia diutus oleh Allah untuk seluruh alam (manusia).
Bangsa Arab adalah keturunan Ibrahim dan anaknya Ismail, oleh karena hakikatnya kebudayaan Bangsa Arab yang dihadapi Muhammad adalah warisan budaya nabi Ibrahim, maka tentunya masih juga terdapat unsur-unsur ajaran Islam yang telah dibudayakan oleh Ibrahim dan Ismail ke dalamnya. Tetapi karena sudah berjalan dalam waktu yang cukup panjang maka unsur-unsur Islam tersebut tidak lagi tampak dalam bentuk yang jelas, bahkan ada bagian-bagian yang sudah berubah sama sekali. Di antara warisan Ibrahim yang masih nampak jelas dan terpelihara adalah Ka’bah yang menjadi sentral budaya Islami pada zaman Ibrahim dan Ismail, dan secara turun temurun tetap menjadi sentral budaya dikalanngan bangsa Arab, walaupun ciri-ciri keislamannya semakin memudar. Ternyata Muhammadpun tetap menggunakan warisan Ibrahim (ka’bah) tersebut sebagai sentral setelah membersihkannya dari perilaku dan perbuatan-perbuatan menyimpang dari ajaran Islam, misalnya penyembahan terhadap berhala-berhala.
Intisari warisan Ibrahim dengan Ka’bah sebagai pusatnya adalah ajaran tauhid. Dan Muhammad memulai tugasnya dengan membersihkan tauhid ini dari syirik dan penyembahan terhadap berhala-berhala, sehingga mutiara tauhid yang telah pudar cahayanya pada masa itu menjadi cemerlang kembali dan menyinari seluruh segi warisan yang ada. Dengan demikian nampaklah mana-mana unsur budaya yang menyeleweng yang perlu diluruskan kembali, mana yang lapuk yang perlu diganti, dan mana-mana pula yang perlu ditambah dan dibangun yang lebih indah, lebih baik, dan sesuai dengan kebutuhan hidup di bawah sinar tauhid tersebut.
Intisari yang dibawa oleh Muhammad dan yang digunakan olehnya untuk megadakan operasi pembedahan terhadap warisan Ibrahim yang telah banyak menyimpang dari aslinya tersebut, tidak lain adalah apa yang terlukiskan dalam surat Alfatihah (pembukaan) yang merupakan intisari dari seluruh wahyu Allah yang diwahyukan kepada Muhammad.
Pelaksanaan pendidikan Islam pada zaman Nabi dapat dibedakan menjadi dua tahap, baik dari segi waktu dan tempat penyelenggaraan, maupun dari segi isi dan materi pendidikannya, yaitu: (1) tahap/fase Makkah, sebagai fase awal pembinaan pendidikan Islam, dengan Makkah sebagai pusat kegiatannya, (2) tahap/fase Madinah, sebagai fase lanjutan (penyempurnaan) pembinaan/pendidikan Islam dengan Madinah sebagai pusat kegiatannya.

B.     Pelaksanaan Pendidikan Islam di Makkah

Sebelum Muhammad memulai tugasnya sebagai Rasul, yaitu melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya, Allah telah mendidik dan mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut secara sempurna, melalui pengalaman, pengenalan, serta peran sertanya dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan budayanya. Dengan potensi fitrahnya yang luar biasa, ia mampu secara sadar mengadakan penyesuaian diri dengan masyarakat lingkungannya, tetapi tidak larut sama sekali ke dalamnya. Ia mampu menyelami kehidupan masyarakatnya, dan dengan potensi fitrah yang luar biasa mampu mempertahankan dirinya untuk tidak hanyut terbawa arus budaya masyarakatnya. Bahkan ia mampu menemukan mutiara-mutiara Ibrahim yang sudah tenggelam di dalam lumpur budaya masyarakat tersebut.
Dalam usahanya menemukan kembali warisan nabi Ibrahim, Muhammad menempuh jalan merenung dan memikirkan keadaan dan situasi masyarakat sekitarnya. Haekal melukiskan: “Dikalangan masyarakatnya, dialah orang yang banyak berfikir dan merenung. Jiwa yang kuat dan berbakat ini, jiwa yang sudah mempunyai persiapan kelak akan menyampaikan risalah Tuhannya kepada umat manusia, serta mengantarkannya kepada kehidupan rohani yana hakiki, jiwa demikian tidak mungkin berdiam diri saja melihat manusia yang sudah hanyut ke dalam lembah kesesatan. Sudah seharusnya ia mencari petunjuk dalam alam semesta ini, sehingga Tuhan nanti menentukannya sebagai orang yang akan menerima risalahNya.
Diantara tradisi yang ad dikalanngan masyarakatnya, yang rupanya juga warisan Ibrahim, adalah tradisi bertahannus, yaitu suatu cara menjauhkan diri dari keramaian orang, berkhalwat dan mendekatkan diri pada Tuhan, dengan bertapa dan berdo’a mengharapkan diberi rejeki dan pengetahuan. Muhammadpun sering melakukan tahannus ini, untuk mendapatkan rejeki dan kebenaran dari Tuhan. Ia sering melakukan tahannus tersebut di Gua Hira’. Disanalah ia mendapatkan apa yang dicarinya, yaitu kebenaran dan petunjuk yang berasal dari Allah. Disana pulalah Muhammad dilantik oleh Allah menjadi rasul, menjadi pendidik untuk umatnya.
Menjelang pengangkatnnya sebagai rasul Allah, dalam tahannus atau khalwatnya dalam Gua Hira’, pada bulam Ramadhan, datanglah kepastian dalam dirinya bahwa ia telah mendaptkan kebenaran yang dicarinya itu.
Muhammad mulai menerima wahyu dari Allah sebagai petunjuk dan intruksi untuk melaksanakan tugasnya, sewaktu beliau telah mencapai umur 40 tahun, yaitu pada tanggal 17 Ramadhan tahun 13 sebelum Hijrh (6 Agustus 610 M).
Nabi Muhammad mendidik umatnya secara bertahap. Ia mulai dengan keluarga dekatnya, yang pada mulanya secara sembunyi-sembunyi. Mula-mula diajaknya istrinya, Khadijah, untuk beriman dan menerima petunjuk-petunjuk Allah, kemudian diikuti oleh anak angkatnya Ali bin Abi Thalib (anak pamannya) dan Zaid bin Harisah (seorang pembantu rumah tangganya, ynag kemudian diangkat menjadi anak angkatnya). Kemudia ia mulai dengan seruannya kepada  sahabat karib yang telah lama bergaul dengannya seperti Abu Bakar Shiddiq, yang segera menerima ajakannya. Dan  secara berangsur-angsur ajakan teresebut disampaikan secara lebih meluas, tetapi masih terbatas dikalangan keluarga dekat dari suku Quraisy saja. Maka berimanlah antara lain: Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin ‘Auf, Talhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, Arqam bin Abi Arqam, Fatimah binti Khattab bersama suaminya Said bin Zaid, dan beberapa orang lainnya. Mereka itulah orang yang mula-mula masuk Islam (Assaabiquuna al awwaluuna), dan mereka secara langsung diajar  dan dididik oleh nabi untuk menjadi muslim dan siap menerima dan melaksanakan petunjuk dan perintah dari Allah ynag akan turun kemudian. Pada tahap awal ini, pusat kegiatan Islam tersebut dilaksanakan secara tersembunyi di rumah Arqam bin Abi Arqam.
Dengan turunnya perintah-perintah tersebut, maka mulailah Muhammad memberikan pengajaran kepada umatnya secara terbuka dan lebih meluas, bukan hanya dilingkungan kaum keluarga dikalangan penduduk Makkah, tetapi juga kepada penduduk di luar Makkah, terutama mereka yang datang ke Makkah, baik dalam rangka ibadah haji maupun perdagangan. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW pun semakin terbuka pula. Tetapi semua itu dihadapinya dengan penuh kesabaran dan dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan selalu memberikan petunjuk dan pertolongan dalam menghadapi tantangan tersebut.
a.      Pendidikan tauhid, dalam teori dan praktek
Sebagaimana dikemukakan, bahwa Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan tugas kerasulannya, berhadapan dengan nilai-nilai warisan Ibrahim yang telah banyak menyimpang dari yang sebenarnya. Inti warisan tersebut adalah ajaran tauhid. Tetap ajaran teresebut dalam budaya yang dihadapi oleh Muhammad, telah pudar dalam budaya masyarakat bangsa Arab jahiliyah. Penyembahan terhadap berhala dan perbuatan syirik lainnya menyelimuti ajaran tauhid. Nama Allah sebagai pencipta alam, bumi, langit, dan seisinya, memang masih ada dalam kepercayaan mereka, tetapi larut dalam nama-nama berhala dan sesembahan lainnya. Inilah tugas Muhammad, yaitu untuk memancarkan kembali sinar tauhid dalam kehidupan umat manusia umumnya, dan yang pertama dihadapinya adalah kehidupan bangsa Arab pada masanya.
Muhammad memperoleh kesadaran dan penghayatan yang mantab tentang ajaran tauhid, yang intisarinya adalah yang sebagaimana tercermin dalam surat Alfatihah. Pokok-pokoknya adalah:
1)      Bahwa Allah adalah pencipta alam semesta yang sebenarnya. Dialah satu-satunya yang mengatur dan menguasai alam ini sedemikian rupa, sehingga merupakan ttempat yang sesuai dengan kehidupan manusia. Dia pulalah yang mengatur kehidupan manusia, mendidik dan membimbingnya, sehingga mendapatkan kehidupan sebagaimana yang mereka alami.
2)      Bahwa Allah telah memberi nikmat, memberi segala keperluan bagi semua makhlukNya, dan khusus kepada manusia dan di tambah dengan petunjuk dan bimbingan agar mendaptkan kebahagiaan hidup ynag sebenar-benarnya.
3)      Bahwa Allah adalah raja dihari kemudian, telah memberikan pengertian bahwa segala amal perbuatan manusia selama di dunia itu akan diperhitungkan disana.
4)      Bahwa Allah adalah sesembahan yang sebenarnya dan satu-satunya. Hanya kepada Allah segala bentuk pengabdian ditujukan.
5)      Bahwa Allah adalah penolong yang sebenarnya, dan oleh karenanya hanya kepadaNya lah manusia meminta pertolongan.
6)      Bahwa Allah sebenarnya yang membimbing dan memberi petunjuk kepada manusia dan mengarungi kehidupan dunia yang penuh rintangan, tantangan, dan godaan.

b.      Pengajaran Alqur’an di Makkah
Alqur’an adalah intisari dan sumbeer pokok dari ajaran Islam yang diajarkan oleh Muhammad SAW kepada umatnya.
Tugas Muhammad disamping mengajarkan tauhid juga mengajarkan Alqur’an kepada umatnya, agar secara utuh dan sempurna menjadi milik umatnya, yang selanjutnya akan menjadi warisan ajaran secara turun temurun, dan menjadi pegangan serta pedoman hidup bagi kaum muslimis sepanjang zaman.
Pada masa permulaan Nabi Muhammad SAW mengajarkan Islam di Makkah, telah ada beberapa orang dikalangan masyarakatnya yang pandai tulis-baca. Mereka antara lain adalah: Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thallib, Utsman bin Affan, Abu Ubaidah bin Aljarrah, Talhah, Yazid bin Abu Sufyan, Abu Hudaifah bin Utbah, Abu Sufyan bin Harb, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, dan lain-lain. Bahkan dikalangan wanita, terdapat nama-nama Hafsah istri Nabi Muhammad SAW, Umi Kulsum binti Uqbah, Aisyah binti S’ad, Al-Syifak binti Abdullah Al-Adawiyah dan Karimah binti Al-Miqdad, yang pandai baca-tulis.

C.    Pelaksanaan Pendidikan Islam di Madinah

Hijrah dari Makkah ke Madinah bukan hanya sekedar perpindahan dan menghindarkan diri dari tekanan dan ancaman kaum Quraisy dan penduduk Makkah yang tidak menghendaki pembaharuan terhadap ajaran nenek moyang mereka, tetapi juga mengandung maksud untuk mengatur potensi dan menyusun kekuatan dalam menghadapi tantangan lebih lanjut, sehingga nanti akhirnya terbentuk masyarakat baru yang di dalam bersinar kembali sinar tauhid warisan Ibrahim yang akan disempurnakan oleh Muhammad SAW melalui wahyu Allah.
Sebelum hijrah ke Madinah (nama sebelumnya adalah Yasrib) telah banyak di antara penduduk di kota ini memeluk Islam. Penduduk Madinah pada mulanya terdiri dari suku-suku bangsa Arab dan bangsa Yahudi yang saling berhubungan dengan baik. Dari bangsa Yahudi tersebut suku-suku bangsa Arab sedikit banyak mengenal Tuhan, agama Ibrahim, dan sebagainya. Sehingga setelah ajaran Islam sampai kepada mereka, agak mudah mereka menerimanya.
Kedatangan Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin Makkah, disambut penduduk Madinah dengan gembira dan penuh rasa persaudaraan. Maka Islam mendapat lingkungan baru yang bebas dari ancaman para penguasa Quraisy Makkah, lingkungan yang memungkinkan bagi Nabi Muhammad SAW untuk meneruskan dakwahnya, manyampaikan ajaran Islam dan menjabarkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tetapi ternyata lingkungan yang baru tersebut, bukanlah llingkungan yang betul-betul baik, yang tiidak menimbulkan permasalahan-permasalahan. Di Madinah, Nabi Muhammad mengadapi kenyataan-kenyataan yang menimbulkan permasalahan baru. Beliau menghadappi kenyataan bahwa umatnya terdiri dari dua kelompok yang berbeda latar belakang kehidupannya, yaitu: (1) mereka yang berasal dari Makkah yang disebut kemudian dengan nama  kaum Muhajirin, dan (2) mereka yang merupakan penduduk asli Madinah, yang kemudian disebut sebagai kaum Ansor. Kaum Ansor memang dengan ikhlas menerima kaum Muhajirin, tetapi bagaimana selanjutnya dengan hidup dan penghidupan mereka yang tentunya akan menjadi beban kaum Ansor. Dan Nabi Muhammad SAW pun memerlukan tempat tinggal yang sekaligus berfungsi sebagai pusat kegiatan bersama, dalam rangka membimbing masyarkat baru di Madinah.
Kenyataan lain yang dihadapi Nabi Muhammad SAW adalah bahwa masyarakat kaum muslimin yang baru di Madinah tersebut, berhadapan/tinggal bersama dengan masyarakat suku bangsa Arab lainnya yang belum masuk Islam dan masyarakat kaum Yahudi yang memang sudah menjadi penduduk Madinah. Mereka ini dan lebih-lebih kaum Yahudi, tentunya tidak merasa senang dengan bentuknya masyarakat naru kaum muslimin. Dalam waktu itu, ancaman dari kaum Quraisy Makkah untuk sewaktu-waktu datang menyerbu dan menghancurkan kaum muslimin yang masih dalam keadaan lemah itu merupakan kenyataan lainnya yang tidak dapat diabaikan.
Tugas selanjutnya yang dihadapi oleh Muhammad SAW adalah membina dan mengembangkan persatuan dan kesatuan masyarakat Islam yang baru tumbuh tersebut, sehingga mewujudkan satu kesatuan sosial dan satu kesatuan politik. Kaum Ansor dan kaum Muhajirin yang berasal dari daerah yang berbeda pula sebelum bersatu membentuk masyarakat Islam, berasal dari suku-suku bangsa yang sering berselisih. Di samping itu, mereka berhadapan pula dengan masyarakat Madinah lainnya yang belum masuk Islam dan bangsa Yahudi yang telah merupakan masyarakat yang mantab. Dan bukan tidak mungkin bahwa orang-orang Yahudi tersebut berusaha untuk merintangi, bahkan menghancurkan pembentuka masyarakat baru kaum muslimin itu.
Dipihak lainnya, kaum musyrikin Makkah merupakan ancaman yang harus selalu dihadapi dengan waspada. Adalah sangat mungkin jika kaum musyrikin Makkah bekerja sama dengan kaum musyrikin Madinah, atau dengan orang-orang Yahudi bahkan dengan kabilah-kabilah lain disekitar Madinah, dalam usaha menghancurkan umat Islam dan masyarakat Islam yang baru dibentuk itu.
Maka setelah pembangunan masjid dan temapt tinggal selesai, Nabi Muhammad SAW mulai  meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
(1)   Nabi Muhammad mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan antarsuku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan di antara mereka. diikatnya tali persaudaraan antara sesama kaum Muhajirin, kemudian di antara mereka sengaja dengan beliau persaudaraan dengan kaum Ansor, Abu Bakar dipersaudarakan dengan Khoriyah bin Zubair, Umar dengan Itban bin Malik, Abu U baidah dengan Abdurrahman bin Auf serta Sa’ad bin Al Rabi’, Utsman bin Affan dengan Uas bin Sabit al Munzir yang telah dipersaudarakan menjadi keluarga Bani Al-Najjar, Talhah bin Ubaidullah dengan Ka’ab bin Malik dan seterusnya.
(2)   Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti di Makkah.
(3)   Untuk menjamin kerja sama dan saling menolong dalam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakan pendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial, baik secara material maupun moral.
(4)   Suatu kebijaksanaan yang efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat jum’at yang dilakukan secara berjama’ah dan azan.
Rasa memiliki harga diri dan kebanggaan sosial lebih mendalam lagi setelah Nabi Muhammad SAW mendapat perkenan dari Allah untuk memindahkan kiblat dalam shalat dari Baitul Magdis ke Baitul Haram di Makkah, karena dengan demikian mereka merasa sebagai umat yang memiliki identitas, terlepas dari ikatan psikologis dengan pusat dan tempat suci agama lain. Dengan berpindahnya kiblat ke Masjidil Haram tersebut, berarti pula terjalinnya kembali hubungan psikologis dengan warisan nenek moyang mereka, Ibrahim dan Ismail.
Pembinaan kesatuan dan persatuan sosial yang menimbulkan solidaritas sosial yang semakin tinggi itu dibarengi dengan pembinaan ke arah satu kesatuan politik sekaligus. Nabi Muhammad SAW berusaha membawa umatnya ke dalam suatu kehidupan yang mandiri, yang tidak menyandarkan diri kepada kekuatan dari luar. Mereka berusaha untuk mengatur diri sendiri, sehingga merupakan kekuatan politik yang diakui oleh dan hidup bersama masyarakat sekitarnya, tanpa adanya campur tangan dari luar. Dalam rangka pembinaan kesatuan politik tersebut pertama-tama Nabi Muhammad membuat penjanjian kerja sama dengan orang-orang Yahudi di Madinah. Perjanjian tersebut sekaligus berarti bahwa masyarakat baru yang dibentuknya, telah mendapatkan pengakuan dari pihak Yahudi yang memang sudah lama merupakan sesuatu kekuatan politik yang berpengaruh di Madinah.
Perjanjian tersebut dibuat secara tertulis, yang berisi tata hubungan timbal balik antara umat Islam dengan umat Yahudi Madinah, pengakuan atas antara agama dan harta benda mereka. Bunyi perjanjian tersebut adalah:
Dengan nama Allah pengasih dan penyayang, surat perjanjian ini dari Muhammad, Nabi, antara orang-orang beriman dan kaum muslimin dari kalangan Quraisy dan Yasrib serta yang mengikuti mereka dan mebyusul mereka dan berjuang bersama-sama mereka, bahkan mereka adalah satu umat di luar golongan orang lain.

Kaum Muhajirin dari kalangan Quraisy adalah tetap mengurus adat kebiasaan baik yang berlaku dikalangan mereka, bersama-sama membayar tebusan darah antara sesama mereka dengan mereka menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman.

Bahwa Bani Auf tetap menurut adat kebiasaan mereka yang berlaku, bersama-sama membayar ttebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman.

Perjanjian ini yang sering juga disebut Konstitusi Madinah, telah merupakan dokumen autentik yang mendasari terbentuknya masyarakat Islam pertama dan mewujudkannya sebagai satu kesatuan sosial dan politik yang mandiri. Dengan berlakunya piagam Madinah tersebut, maka masyarakat Islam telah diakui secara resmi mempunyai kedaulatan di Madinah.
Pendidikan sosial yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya berlangsung terus untuk bimbingan wahyu Tuhan. Dan wahyu Tuhan yang turun pada periode ini adalah dalam rangka memberikan petunjuk bagi Muhammad SAW dalam memberikan keputusan-keputusan dan mengambil kebijaksanaan untuk membina umat dan masyarakat Islam.


























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam pada zaman Nabi dapat dibedakan menjadi dua tahap, baik dari segi waktu dan tempat penyelenggaraan, maupun dari segi isi dan materi pendidikannya, yaitu: (1) tahap/fase Makkah, sebagai fase awal pembinaan pendidikan Islam, dengan Makkah sebagai pusat kegiatannya, dan (2) tahap/fase Madinah, sebagai fase lanjutan (penyempurnaan) pembinaan/pendidikan Islam dengan Madinah sebagai pusat kegiatannya.
Ciri pokok pembinaan pendidikan Islam adalah pendidikan tauhid (dalam arti yang luas), maka pada periode Madinah ini, ciri pokok pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik (dalam artinya yang luas pula). Tetapi sebenarnya antara kedua ciri tersebut bukanlah merupakan dua hal yang bisa dipisahkan satu sama lain. Kalau pembinaan pendidikan Islam di Makkah titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim, agar dari jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pembinaan pendidikan di Madinah pada hakikatnya adalah merupakan kelanjutan dari pendidikan  tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran tauhid, sehingga akhirnya tingkah laku sosial politiknya merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.









DAFTAR INDEKS

Abdullah Awwalul Islam (Sultan), 145
Abdul Karim Samman Al-Madany (Syech), 193
Ahli Sunnah Mazhab Syafi’i, 140
Ahli Sunnah Wal Jama’ah, 181
Baitul Hikmah, 98, 186
Darul Muta’allimin, 187








0 komentar:

Posting Komentar

Advertise

BTemplates.com

BTemplates.com

Subscribe & Follow

Popular Posts